Seminar Kesehatan "Kenali dan Cegah Thalasemia"



JATENG.HARIANMERDEKA. ID,Banyumas- Dinas Kesehatan bersama Yayasan Thalasemia Indonesia (YTI) Kabupaten Banyumas menyelenggarakan seminar kesehatan yang bertajuk "Yuk Kenali darahmu dan Cegah Thalasemia” dengan Narasumber Bupat Banyumas Achmad Husein, Ketua YTI Banyumas Erna Husein, Ketua Perhimpunan Orang Tua Penderita Thalassaemia Indonesia  (POPTI) Banyumas Siti Aminah dan dr. Muh Basalamah, Sp.A. Kegiatan dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Thalasemia Tingkat Kabupaten Banyumas.


Pada seminar ini peserta diberikan berbagai informasi mengenai Penyakit Thalasemia, serta cara pencegahannya karena Thalasemia merupakan penyakit keturunan (kelainan genetik) akibat kelainan sel darah merah, dan thalasemia sama sekali tidak menular. 


Bupati Banyumas Achmad Husein terus mengagajak semua pihak dapat menyampaikan kepada masyarakat luas mengenai pentingnya mencegah penyakit ini serta menjaga pola hidup sehat, sehingga penyakit ini dapat dicegah. Pemkab Banyumas sudah berusaha melakukan screening anak dan orang yang berpotensi menurunkan anka thalasemia.


“Kita sudah berusaha, adakan screning meski beum masif dan meminta kepada KUA apabila ada orang yang berpotensi membawa keturunan thlasemia agar diingatkan. Kalau dilarang kayaknya ga mungkin, maka sebaiknya tidak punya anak, atau kesadaran dari penderita thalasemia sendi itu lebih baik,” kata Bupati


Bupati juga menyampaikan bahwa pada tahun ini Gedung Pelayanan Thalasemia RSUD Banyumas akan kembali dibangun hal tesebut untuk mengurangi penderitaan penyintas thalasemia. 


“Saya ga bisa membayangkan bagaimana anak-anak kita ini sepanjang hidupnya harus bertranfusi darah setiap bulan bahkan ada yang 3 minggu sekali. Belum setelah tranfusi harus minum obat kalesi besi yang besar-besar,” kata Bupati.   



Ketua Yayasan Thalasemia Indonesia (YTI) Kabupaten Banyumas Ny Erna Sulistyawati Achmad Husein mengatakan bahwa berdasarkan data di RSUD Banyumas penderita thalasemia mencapai 500 orang lebih yang berasal dari Banyumas Raya dan Brebes bagian selatan, separuh diantaranya orang Banyumas.  Ia juga sepakat bahwa jalan pencegahan lewat mencegah perkawinan sesama pembawa sifat talasemia. Perkawinan sesama pembawa sifat akan memunculkan peluang 25 persen kelahiran anak dengan talasemia mayor. Maka ia mendukung adanya skrining talasemia yakni pemeriksaan darah dan analisis Hb. Yang meliputi saudara kandung penyandang talasemia. 


“Saat dicurigai talasemia maka akan dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih besar atau lengkap. Calon pengantin sebelum menikah, harus mengetahui status kesehatannya dan mengecek kemungkinan akan menurunkan talasemia pada anak-anaknya kelak. Ibu hamil bisa cek janin pada obgyn yang sudah terlatih. Ini penting supaya tahu, mencegah dan siap jika punya keturunan yang harus transfusi seumur hidup," ujar Erna Husein


Sementara Ketua Perhimpunan Orang Tua Penderita Thalassaemia Indonesia yang juga Wakil Ketua YTI Banyumas Siti Aminah mengatakan penderita  penyakit thalasemia bukan disabilitas, mereka anak normal. Penyakit thalasemia jenis penyakit menular, bukan pula penyakit kanker darah tapi muncul karena faktor keturunan. Penyakit ini diturunkan oleh kedua orangtuanya (faktor genetik) kepada anak.


“Secara fisik dan IQ mereka seerti anak-anak lainya. Mereka yang positif menderita thalasemia seumur hidupnya akan amat bergantung pada transfusi darah secara berkala. Ini karena produksi sel darah merahnya di tubuh terganggu, kalah oleh pertumbuhan sel darah putih. Usai tranfusi anak anak ini harus meminum obat yang cukup besar,” kata Siti Aminah.


Untuk itu dia berharap kepada semua pihak untuk mengerti kepada penyintas thalasemia ini. Karena masih banyak keluarga yang menganggap penyakit thalasemia adalag penyakit aneh, sehingga dukungan kepada penyintas thalasemia kurang. 


“Kami juga mohon kepada rumah sakit dan lembaga penjamin kesehatan agar memberi kenyamanan pelayanan thalasemia mulai dari pendaftaran, pelayanan, tenaga medis, dan selama tranfusi darah berlangsung. Kemudian ketersediaan darah, kemudahan dalam mendapatkan rujukan di Faskes 1, keterkecukupan baik obat kalesi besi dan lainya,” katanya


Siti Aminah berharap kepada tenaga pendidik agar paham dengan anak-anak thalasemia, sehingga tidak memberi tugas khususnya pendidikan olah raga seperti anak didik lainya. Mengingat meski secara fisik sama tetapi mereka cepat mudah lelah dan tulang-tulang anak anak thalasemia cenderung rapuh.


“Kepada masyrakat umum serta lingkungan juga diminta mengerti dengan anak-anak ini. Khususnya kepada instansi dan dunia usaha agar memberi kemudahan izin tranfusi dan dukungan pimpinan dan teman sejawat,” pungkasnya.